**Ketua Dewan Adat: “Mereka Anak Adat yang Tidak Beradab”
Rencana pelaksanaan sanksi Dewan Adat Mbaham-Matta terhadap pasangan kandidat SAHABAT (Said Hindom dan Ali Baham Temongmere) dan Tim Pengusung mereka tidak terlaksana, padahal dateline (batas waktu) pemenuhan sanksi ini telah berakhir pada Senin (30/08).
Sirzeth Gwas-Gwas, Ketua Dewan Adat Mbaham-Matta, menjelaskan, tidak ada informasi yang pasti akan kesediaan atau tidak bersedianya SAHABAT untuk memenuhi sanksi ini.
“Setiap suku di muka bumi ini mengenal adatnya sendiri, walaupun kedua orang itu (Said-Ali) anak adat Mbaham-Matta namun mereka bukan anak-anak yang beradab, tidak punya moral,” tegas Gwas-Gwas, “Semua anak Mbaham tahu cara menyelesaikan masalah secara adat, tapi kalau tidak mengakui, maka mereka bukan anak adat yang beradab!”
Gwas-Gwas menyesalkan sikap SAHABAT yang tidak menghargai adat dan budayanya sendiri.
Akibat sikap SAHABAT yang tidak mengindahkan Dewan Adat, keluarga Krispul dari Kampung Wayati kecewa. Siprianus Krispul, coordinator Keluarga Krispul, menyampaikan, akan tetap menuntut SAHABAT atas kekerasan, penghinaan dan pelecahan yang dilakukan mereka.
“Kami sudah percayakan penyelesaian masalah kami kepada Dewan Adat, tapi kalau pihak SAHABAT seperti ini, sampai kapanpun kami akan menuntut!” demikian Siprianus.
Keluarga Markus Krispul yang mendatangi Sekretariat Dewan Adat Mbaham-Matta di Kampung Gewerphe, akhirnya pulang dengan kecewa.
Awal pekan lalu, Dewan Adat Mbaham-Matta menetapkan sanksi Rp 5 Milyar dan ratusan benda-benda adat terhadap SAHABAT . Dalam proses Sidang Adat dan pertemuan lainnya, hanya Cliford Ndandarmana, Ketua Tim Pemenangan SAHABAT, yang mendatangi secretariat Dewan Adat, sementara kandidat SAHABAT (Said Hindom dan Ali Baham Temongmere) dan anggota Tim lain tidak hadir. Tuntutan Dewan Adat ini diputuskan setelah pengaduan keluarga Krispul akan adanya kekerasan dalam unjuk rasa massa pendukung kandidat SAHABAT di halaman Kantor KPU Kab. Fakfak, 16 Agustus lalu.
(Alex Tethool, Fakfak)
2 comments:
"terkadang" ada sebagian orang yang merasa sudah modern (post Modern) malah melihat adat/istiadat/budaya sebagai sesuatu yang kuno, emosional bahkan sudah ketinggalan zaman, mereka "seakan" terjebak-melekat pada perjalanan tekstual an sich . padahal mereka itu paham bahwa pembentukan UU/peraturan negara/daerah saja wajib memperhatikan aspek sosiologi sebelum masuk pada domain aspek Yuridis yang menunjukkan Negara-pun memperhatikan/menempatkan nilai-nilai yang ada dan berkembang pada masyarakat sebagai asas yang paling fundamen utuk menjaga rasa keadilan, perasaan masyarakat/rakyat dan equalibrium. orang adat pasti mengerti bahwa kebijakan adat adalah terletak pada nilai-nilainya bukan pada angka-angka, bahkan orang adat
pasti mengerti adat adalah tatanan yang memenuhi aspek the rule of the game bagi masyarakat adat/ indigenous people sebagai kearifan lokal yang dihargai peradaban dunia modern dewasa ini termasuk negara Indonesiapun turut menandatangani Pakta Indegenous People tersebut bahwa negara berkewajiban melindungi/menaungi dimana masyarakat adat tersebut berada dalam negara yang bersangkutan, maka dlm amandemen UUD 45 ke II dimasukanlah nilai/eksistensi masyarakat adat pada Pasal 18b ayat 2 yang intinya adalah negara menghormati kesatuan masyarakat adat dan hak tradisionalnya, maka setiap warga negara Indonesia wajib didalamnya menghormati keberadaan masyarakat adat sebagai perwujudan penegakkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berbeda2 tapi tetap satu dan jangan menggunakan filosofi sendiri-sendiri bahwa berbeda2 tapi tetap beda. kepada pihak yang merasa telah mencederai nilai sebagaimana diutarakan diatas agar segera kembali perlihatkan jati dirinya sebagai anak adat dan bangsa ini dan itu sebaik-baiknya warga negara Indonesia. tidak ada yang lebih hebat dan merasa pintar karena kita semua mestinya taat terikat the rule of the game (empirism dan normatif).
kepada pihak yang dicederai hak asasinya teruslah berjuang karena negarapun menjamin hak warga negaranya sebagaimana nilai Hak Asasi Manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia, Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang harus dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab sesuai dengan falsafah yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan asas-asas hukum internasional.
penghinaan sesama anak adat dan sesama anak bangsa adalah sesuatu yang tidak bermartabat dan tidak mencerminkan sisi moralitas yang maqom. tks.
by Zainal Abidin Bay.
Dalam kerangka kepentingan politik kita selalu mengatakan "Saya" adalah anak adat namun dalam upaya penegakkan nilai-nilai adat kita sering lari dan mengatakan ahhh itu kuno....
sikap ambivalensi (spilt personality) tersebut menunjukkan bahwa diri kita jauh lebih kuno dari Zaman itu sendiri.
ZAB
Post a Comment