Thursday, December 3, 2009

Warga Palang Ruko dan Jalan Baru

Puluhan warga pemilik hak ulayat di kota Fakfak pasang sasi adat dan tanda palang menghentikan proyek pembangunan ruko dan penimbunan jalan sepanjang pantai kota Fakfak. Tokoh adat, Banda Patiran, mewakili 4 marga, menyampaikan, upaya persuasif secara lisan dan surat berulang kali disampaikan ke pemerintah tapi pemerintah tidak peduli.

Menurut Patiran, penyerahan hak ulayat dahulu dilakukan untuk pembangunan jalan, bukan untuk penimbunan pesisir pantai dan pembangunan ruko. Setelah bermusyawarah, warga menuntut ganti rugi sejumlah 25 milyar rupiah.







Warga semakin marah karena ruko lainnya di lokasi ini telah digunakan beberapa pedagang. Sementara pemerintah telah menyerahkan sepenuhnya pembangunan jalan kepada salah satu kontraktor, termasuk menjual ruko. Sedangkan pemilik hak ulayat tidak mendapat apa-apa.

Polisi Bongkar Sasi Adat

Petugas polisi turun tangan membongkar sasi adat dan palang tanda larangan yang dipasang warga Fakfak di sekitar proyek pembangunan ruko dan penimbunan jalan di sepanjang pantai Fakfak.

Muin Umabaihi, petugas polisi, menyatakan aksi warga ini berindikasi pidana sehingga barang bukti diamankan polisi. Polisi tiba di lokasi kejadian beberapa waktu setelah warga meninggalkan lokasi. Sementara belasan satpol PP tidak berani membongkar sasi adat karena takut kena tulah adat.

“Kami serahkan kepada Polisi karena menurut Polisi ada indikasi pidana di sini!” jelas Ali Rengen, Kepala Kantor Satpol PP Fakfak.

Sementara itu, warga pemilik hak ulayat menyesalkan tindakan Polisi ini. Menurut Banda Patiran, tindakan Polisi merupakan pelecahan terhadap adat Fakfak.  Warga lalu beramai-ramai mengadu ke DPRD Fakfak.

DPRD Akan Panggil Kapolres

DPRD Fakfak akan panggil Kapolres Fakfak terkait perintahnya untuk membongkar sasi adat dan tanda palang oleh warga di sekitar proyek pembangunan ruko dan penimbunan jalan pantai Fakfak.

Ketua DPRD Fakfak, Ahmad Afit Rumagesan, menyatakan tindakan polisi adalah pelecahan terhadap adat dan hak-hak masyarakat asli Fakfak. Di hadapan warga, Rumagesan akan menghadirkan Kapolres dan petugasnya dalam pertemuan besok di gedung DPRD Fakfak.

Puluhan warga yang mendatangi DPRD menuntut pemerintah mengganti rugi hak ulayat sejumlah 25 milyar rupiah. Warga juga menuntut ganti rugi terhadap tindakan pelecehan yang dilakukan Kapolres.

(Alex Tethool)

3 comments:

la rusli said...

menurut saya,permasalahan ini harus di sikapi dengan hati2,agar masyarakat adat tidak dilecehkan hak2 mereka.sedangkan pihak lain (kontraktor/pengembang)juga harus di dengar aspirasinya.sehingga tidak ada "phobia" di kalangan kontraktor dalam menanam investasinya di kota fakfak.sehingga kota fakfak yang di juluki "kota pala" tidak berubah menjadi "kota palang"

hmsfakfak said...

Thanks buat Rusli yang sudah mampir di blog kami... memang benar... jangan sampai KOTA PALA MENJADI KOTA PALA ...NG.... Thanks

Anonymous said...

positif think....yang jelas,pihak2 yang bersangkutan harus dudk sama2 dan meikirkan persoalan itu dengan kepala dingin sembari kembali menengok semangkok kopi .. kalau memang ini urusan adat mari kitong selesaikan secara adat.