Sunday, December 13, 2009

Polisi Ganti Rugi Sasi Adat

Polres Fakfak membayar ganti rugi dan mengembalikan tanda larangan atau sasi adat kepada masyarakat adat Fakfak. Ganti rugi berupa uang hanya sekitar 800 ribu rupiah, tidak sebanyak 400 juta rupiah seperti yang dituntut warga sebelumnya. Simon Bruno Hindom, Ketua I Dewan Adat Mbaham-Matta Fakfak, menyampaikan tuntutan masyarakat adat Mbaham-Matta Fakfak yang sesungguhnya adalah nilai atau harga diri sebagai pemilik utama negeri ini. Jadi jumlah uang bukan masalah.

Thursday, December 3, 2009

Masyarakat Adat Fakfak Denda Kapolres Rp 400 juta

Masyarakat Adat Fakfak menuntut ganti rugi 400 juta rupiah terhadap Kapolres Fakfak karena aparat Polisi telah membongkar sasi adat dan tanda palang yang dilakukan warga. Tuntutan warga ini disampaikan di hadapan pimpinan dan anggota DPRD Fakfak, dalam pertemuan yang dihadiri Kapolres Fakfak, AKBP H. Abdul Azis Djamaluddin.

Ketua I Dewan Adat Mbaham Matta Fakfak, Simon Bruno Hindom, menyatakan Polisi melakukan pelecehan terhadap adat tradisi suku Mbaham-matta Fakfak.

“Perbuatan Polisi ini telah menghina harga diri orang asli Papua!” tegasnya di hadapan anggota-anggota DPRD dan puluhan warga yang menghadiri undangan pertemuan dengan DPRD Fakfak.

Warga Palang Ruko dan Jalan Baru

Puluhan warga pemilik hak ulayat di kota Fakfak pasang sasi adat dan tanda palang menghentikan proyek pembangunan ruko dan penimbunan jalan sepanjang pantai kota Fakfak. Tokoh adat, Banda Patiran, mewakili 4 marga, menyampaikan, upaya persuasif secara lisan dan surat berulang kali disampaikan ke pemerintah tapi pemerintah tidak peduli.

Menurut Patiran, penyerahan hak ulayat dahulu dilakukan untuk pembangunan jalan, bukan untuk penimbunan pesisir pantai dan pembangunan ruko. Setelah bermusyawarah, warga menuntut ganti rugi sejumlah 25 milyar rupiah.

1 Desember, Tahanan Politik Papua di Fakfak Desak Perundingan

Tahanan Politik Papua di Fakfak desak perundingan antara pemerintah pusat dengan faksi-faksi gerakan Papua Merdeka.
Simon Tuturop, Tapol Papua, menyampaikan untuk menghindari konflik dengan pertumbahan darah dan campur tangan asing, sebaiknya pemerintah Jakarta bersedia berunding atau berdialog dengan orang Papua.
“Kami tidak perlu pertumbahan darah, daripada campur tangan bangsa asing itu merugikan kita semua, kami pikir yang paling baik, segala masalah seperti yang biasa pemerintah katakan sebagai masalah dalam negeri, kami mohon pemerintah membuka dialog antara pemerintah dengan para pejuang, baik itu bekas tahanan politik ataupun faksi-faksi yang pernah memproklamasikan negeri ini sebagai negara merdeka!” demikian dinyatakan Tuturop.

Tuesday, December 1, 2009

Hari AIDS Sedunia (HAS) 2009 STOP AIDS : AKSES UNTUK SEMUA!!!

JAYAPURA, (30/11) – Hari AIDS Sedunia (HAS) diperingati setiap 1 Desember. Penetapan tanggal tersebut diadopsi oleh 140 negara di dunia dalam Pertemuan Menteri Kesehatan Sedunia untuk AIDS, di London pada Januai 1988.

Hal tersebut dirancang untuk memberikan perhatian dan kesempatan strategis bagi berbagai upaya penanggulangan AIDS yang dilakukan oleh banyak pihak, termasuk pemerintah dan berbagai unsur dalam masyarakat lainnya seperti LSM dan berbagai individu yang terlibat. Hal ini juga dimaksudkan untuk mendemonstrasikan pentingnya upaya penanggulangan AIDS dan sebagai salah satu cara penggalangan solidaritas dalam upaya tersebut.

Tema internasional HAS 2009 adalah Akses Universal dan Hak Asasi Manusia (Universal Access and Human Right). Tema nasional adalah "Kerjasama Masyarakat dan Pemerintah Mampu Mempercepat Pemenuhan Akses Informasi, Pencegahan, Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan untuk Semua". Slogan : ‘Stop AIDS : Akses untuk Semua’.

DEKLARASI KONGRES I "SELAMATKAN MANUSIA DAN HUTAN PAPUA

DEKLARASI KONGRES I "SELAMATKAN MANUSIA DAN HUTAN PAPUA


Berikut postingan mengenai hutan Papua, kiriman dari teman-teman di Foker LSM


Salam, setelah melakukan kongres
selama 3 hari (19-21 November) di Port Numbay, lebih dari 200 orang yang terdiri
dari aktivis LSM, Tokoh Agama, Pemimpin Adat dan Tokoh Perempuan Papua telah
bersepakat untuk mengeluarkan sebuah Deklarasi untuk kepentingan menyelamatkan
manusia, hutan, tanah dan hak-hak masyarakat adat/asli
Papua.


DEKLARASI KONGRES I
SELAMATKAN MANUSIA DAN HUTAN
PAPUA
PORT NUMBAY, 21 November 2009


MENCERMATI KONDISI
MASYARAKAT ADAT DI TANAH PAPUA YANG SEMAKIN TERMARJINALKAN DARI PROSES
PEMBANGUNAN YANG BERKAITAN DENGAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT,
PERTAMBANGAN, PEMEKARAN WILAYAH, INFRASTUKTUR MILITER DAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN
(HPH) YANG TIDAK BERPIHAK KEPADA MASYARAKAT ADAT, KELESTARIAN SUMBER DAYA ALAM
DAN PELANGGARAN HAM DI TANAH PAPUA.